Informasilowongan kerja bagian administrasi terbaru di kota Sidoarjo bulan Agustus 2022 dari Karir.com. Dapatkan pekerjaan di bagian administrasi di perusahaan-perusahaan ternama.
KontakKami Jl. Veteran No. 03, Ciseureuh, Kecamatan Purwakarta, kabupaten Purwakarta, Jawa Barat 41115 Phone: (0264) 200459 Fax: (0264) 200459
yangterjadi di bagian weaving ini menghasilkan debu kapas, sehingga pekerjanya terpapar debu kapas.2 Selain bagian weaving, di PT. Grandtex terdapat juga bagian spinning. Bagian spinning (pemintalan) memproses bahan mentah (kapas) menjadi produk akhir berupa benang ring-combed, carded & blended, serta benang open end.2 Proses
Daftarupah minimum bagi pekerja garmen dan tekstil di Indonesia. Ketahui besaran Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di sektor garmen dan tekstil Lebih lanjut himbauan dalam Surat Edaran Nomor B-M/383/HI.01.00/XI/2021 terbagi dalam 3 bagian, yakni: pengusaha wajib memberlakukan ketentuan struktur skala upah
Vay Tiền Online Chuyển Khoản Ngay. › Industri tekstil dan produk tekstil TPT merupakan salah satu industri utama manufaktur yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Industri ini mengalami pasang surut dan menghadapi beragam tantangan dalam perkembangannya. KOMPAS/C WAHYU HARYO PSPresiden Joko Widodo tampak berbincang dengan salah seorang pekerja pabrik tekstil di PT Nesia Pan Pacific Clothing di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Jumat 22/1/2016. Pada kesempatan itu, Presiden meresmikan peluncuran Program Investasi Menciptakan Lapangan Kerja III, meresmikan pabrik PT Nesia Pan Pacific Clothing, serta peresmian Akademi Komunitas Tekstil dan Produk Tekstil tekstil dan produk tekstil TPT menjadi salah satu sektor usaha tertua di Indonesia. Industri ini awalnya dibangun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus sebagai subtitusi perkembangannya, industri TPT menjadi salah satu primadona ekspor nonmigas andalan Indonesia ke berbagai negara di dunia serta menjadi tumpuan pertumbuhan sektor industri pengolahan. Industri yang meliputi produksi serat, benang, kain, hingga pakaian jadi dan keperluan rumah tangga tersebut, kini telah berkembang luas untuk memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri sehingga mampu memberikan kontribusi penting bagi perekonomian ini telah menjadi salah satu penyumbang utama pada sektor industri pengolahan. Produk tekstil memberikan kontribusi nomor tiga dari seluruh komoditas ekspor Indonesia. Selain sebagai sumber penghasil devisa, industri tekstil juga tergolong industri padat karya karena mampu menyerap banyak tenaga kerja, termasuk tenaga kerja berpendidikan sejarahnya, industri tekstil pernah mengecap masa kejayaan sebagai komoditas unggulan nasional. Namun seiring berjalannya waktu, industri ini mengalami pasang surut akibat pandemi Covid-19 pada tahun 2020, Industri TPT menjadi salah satu industri yang mengalami kontraksi pertumbuhan yang tinggi. Dampaknya tidak saja pada turunnya utilitas produksi industri ini, tetapi juga pada penurunan jumlah tenaga kerja akibat PHK dan turunnya devisa ekspor yang samping itu, ada beragam tantangan yang masih menyertai perkembangan industri ini, mulai dari persoalan lokal, persaingan di tingkat global, regulasi, hingga pandemi Tekstil di IndonesiaKegiatan pertekstilan secara sederhana telah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Di zaman kerajaan, pertekstilan dikenal melalui kerajinan tenun dan batik, terutama untuk lingkungan terbatas. Ketika itu, tenun dan batik berkembang di lingkungan keraton, terutama ditujukan untuk keperluan seni dan perkembangannya, kegiatan tekstil terus meluas perannya. Tak hanya untuk keperluan seni-budaya dan kebutuhan pakaian di lingkungan terbatas, tapi produk sandang sudah dijadikan sebagai mata pencaharian mencatat pertekstilan Indonesia dimulai dari industri rumahan sekitar tahun 1929. Ketika itu, pertenunan dan perajutan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung TIB Gethouw atau yang dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin ATBM yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926. Produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen sabuk, dan penggunaan ATBM itu mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin ATM yang pertama kali digunakan pada tahun 1939 di Majalaya, Jawa Barat, yang mendapat pasokan listrik pada tahun 1935. Sejak itulah, industri TPT Indonesia mulai memasuki era teknologi dengan menggunakan tekstil mulai serius dikembangkan pada tahun 1960-an. Pada masa itu, sesuai dengan iklim ekonomi terpimpin, pemerintah Indonesia mulai membentuk Organisasi Perusahaan Sejenis OPS, seperti OPS Tenun Mesin, OPS Tenun Tangan, OPS Perajutan, OPS Batik, dan lain sebagainya. OPS tersebut dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Sejenis GPS Tekstil. Pengurus GPS Tekstil ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Perindustrian pertengahan tahun 1965-an, OPS dan GPS dilebur menjadi satu dengan nama OPS Tekstil yang dikelompokkan dalam beberapa bagian menurut jenisnya atau subsektornya, yaitu pemintalan, pertenunan, perajutan, dan menjelang tahun 1970, berdiri berbagai organisasi seperti Perteksi, Printer’s Club kemudian menjadi Textile Club, perusahaan milik pemerintah Industri Sandang, Pinda Sandang Jabar, Pinda Sandang Jateng, Pinda Sandang Jatim, dan Koperasi GKBI, Inkopteksi. Pada tanggal 17 Juni 1974, organisasi-organisasi tersebut melaksanakan kongres yang hasilnya menyepakati berdirinya Asosiasi Pertekstilan Indonesia API.Era tahun 1970-an juga menjadi tonggak kebangkitan industri tekstil di Indonesia yang ditandai dengan masuknya investasi dari Jepang di subsektor industri hulu. Di era 1970-1985, industri tekstil Indonesia semakin berkembang, meski baru mampu memenuhi pasar domestik substitusi impor dengan segmen pasar tahun 1986, industri TPT Indonesia mulai tumbuh pesat karena iklim usaha mulai kondusif, seperti regulasi pemerintah yang efektif, yang difokuskan pada ekspor nonmigas. Industri TPT sendiri mampu memenuhi standar kualitas tinggi untuk memasuki pasar ekspor di segmen pasar periode 1986-1997, kinerja ekspor industri TPT Indonesia terus meningkat dan menjadikannya sebagai industri yang cukup strategis, dan sekaligus sebagai andalan penghasil devisa negara sektor nonmigas. Pada periode in, pakaian jadi menjadi komoditi primadona krisis multidimensi pada 1998 membuat kinerja TPT nasional melemah hingga tahun 2002. Menghadapi kondisi ini, pelaku usaha dan pemerintah kembali berbenah dengan berbagai perbaikan, normalisasi, bahkan melakukan ekspansi untuk memulihkan keadaan. Namun ternyata tidak mudah, karena banyak kendala yang dihadapi, seperti iklim usaha, faktor pendukung seperti pembiayaan dan infrastruktur menjadi tantangan yang cukup tahun 2007, pemerintah memutuskan untuk membantu industri TPT dengan restrukturisasi permesinan yang hingga kini masih berjalan programnya. Program restrukturisasi mesin ini diharapkan dapat menjadi salah satu bagian penting untuk mendorong daya saing melalui efisiensi serta peningkatan kualitas dan produksi TPT Pasar Cipadu di jalan KH. Wahid Hasyim, Tangerang, Banten, Rabu 25/2/2015. Pasar tekstil ini menjual berbagai macam jenis kain dengan cara ditimbang atau kiloan dan juga Industri Tekstil NasionalIndustri tekstil merupakan salah satu industri utama manufaktur nasional. Badan Pusat Statistik BPS mencatat, produk domestik bruto PDB atas dasar harga konstan ADHK industri tekstil dan pakaian jadi sebesar Rp127,43 triliun pada itu terkontraksi 4,08 persen dibandingkan tahun sebelumnya yoy yang sebesar Rp132,85 triliun. Kontraksi tersebut merupakan yang kedua kalinya dalam dua tahun secara beruntun akibat terdampak pandemi Covid-19. Walau demikian, kontraksi PDB industri tersebut telah lebih baik dibandingkan pada 2020 yang sebesar 8,88 TPT nasional didukung dari sektor hulu, sektor antara hingga sektor hilir. Di sektor hulu, ditopang oleh 33 industri dengan kapasitas produksi 3,31 juta ton per tahun. Kemudian di sektor antara midterm ditopang melalui 294 industri untuk pemintalan spinning dengan kapasitas produksi 3,97 juta ton per TPT juga ditunjang dari sektor weaving, dyeing, printing dan finishing sebanyak industri skala besar serta 131 ribu industri kecil dan menengah IKM. Adapun total kapasitas produksinya mencapai 3,13 juta ton per di sektor hilir, terdapat produsen pakaian jadi dengan jumlah industri skala besar dan 407 ribu IKM. Total kapasitas produksi mencapai 2,18 juta ton per tahun. Adapun produsen tekstil lainnya dengan jumlah 765 industri dan kapasitas produksi 0,68 juta ton per kapasitas terpasang utilisasi industri TPT dalam negeri mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Sejak kuartal II-2020, industri tekstil mulai merasakan dampak pandemi Covid-19 seiring anjloknya utilisasi pabrik di sektor tersebut hingga 30 persen akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB dan penurunan daya beli utilisasi di industri tekstil mulai meningkat menjadi 50 persen pada kuartal III-2020 dan 70 persen pada kuartal III-2020. Memasuki kuartal I-2021 hingga kuartal IV 2021, utilisasi industri tekstil semakin membaik lantaran mencapai level 80 persen. Utilisasi pemain TPT berorientasi pasar domestik juga membaik menjadi 70 persen dari saat awal pandemi berkisar 10-15 sisi tenaga kerja, data BPS menunjukkan, serapan tenaga kerja sektor TPT terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan di tengah pandemi Covid-19. Pada 2018 terdapat 1,7 juta pekerja di sektor TPT, naik jadi 2,8 juta pekerja pada 2019. Pada 2020, meski tertekan pandemi, serapan tenaga kerja di sektor TPT justru melonjak menjadi 3,9 juta terkait investasi, survei internal Asosiasi Pertekstilan Indonesia API menunjukkan, terdapat 97 perusahaan TPT di seluruh Indonesia yang berinvestasi dengan total nilai 526,69 juta dollar AS atau sekitar Rp 7,3 tahun 2022 dan 2023, terdapat 96 perusahaan yang berencana melakukan investasi senilai 979,59 juta dollar AS atau sekitar Rp 13,7 triliun. Adapun per September 2021, investasi TPT naik 12 persen menjadi Rp 5 untuk memenuhi kebutuhan sandang dalam negeri, industri TPT juga berorientasi ekspor, terutama pakaian jadi. Sepanjang satu dekade terakhir, ekspor tekstil Indonesia cenderung mengalami fluktuasi data Kementerian Perindustrian Kemenperin, nilai ekspor tekstil dan produk tekstil TPT Indonesia terus turun. Pada tahun 2018, nilai ekspor tekstil sebesar 13 miliar dollar AS, kemudian di tahun 2019, nilai ekspor TPT turun menjadi sekitar 12 miliar dollar AS. Di masa pandemi Covid-19, pada tahun 2020 ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia hanya 5,85 miliar dollar AS dan di tahun 2021 tumbuh 17,74 persen menjadi 6,9 juta dollar tahun 2021, Amerika Serikat masih menjadi pangsa pasar utama ekspor tekstil dan pakaian jadi nasional denga nilai 3,87 miliar dollar AS atau sekitar 56,13 persen dari total ekspor, diikuti Jepang, China, Korea Selatan Korsel, dan Jerman. Ekspor TPT didominasi pakaian jadi, sebesar 7 miliar dollar AS pada 2020, sedangkan produk tekstil lainnya hanya 3,58 miliar dollar Industri TekstilBerbagai tantangan masih dihadapi industri TPT Indonesia seperti disebut dalam buku “Mendorong Kinerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil Buku Analisis Pembangunan Industri di Tengah Pandemi 2021 Edisi III”, yang diterbitkan Kementerian buku tersebut, disebutkan setidaknya ada 10 tantangan industri TPT Indonesia. Pertama, daya saing industri TPT dalam negeri belum cukup mampu untuk bisa kembali mendorong ekspansi belum adanya upaya konkrit untuk membendung derasnya impor dari negara-negara dengan efisiensi yang kian membaik, seperti Bangladesh dan relatif tingginya tarif dasar listrik TDL bagi industri TPT. Keempat, adanya permintaan kenaikan upah setiap tahunnya serta bayang-bayang aksi unjuk rasa masih banyaknya perusahaan tekstil lokal yang menggunakan mesin-mesin pemintal tua sehingga proses produksi menjadi tidak efisien dan masih rendahnya produktivitas karena faktor teknologi, mesin, serta kualitas dan kompetensi relatif masih mahalnya suku bunga kredit secara ekonomi. Kedelapan, prosedur pengajuan kredit bank yang relatif masih banyak persyaratan bagi infrastruktur publik yang masih perlu ditingkatkan. Kesepuluh, masalah mentalitas masyarakat yang lebih menyukai dan mempercayai barang-barang impor, meskipun dengan kualitas yang lebih hanya tantangan di dalam negeri, industri TPT Indonesia juga menghadapi beragam tantangan global. Salah satunya adalah persoalan perdagangan bebas atau Free Trade Agreement FTA. Tantangan berikutnya adalah ketergantungan industri dalam negeri terhadap berbagai bahan baku dan mesin impor yang membutuhkan penyiasatan dalam berbagai fluktuasi mata uang yang bisa menimbulkan risiko penurunan nilai ekspor atau menaikkan nilai ekspor. Menguatnya rupiah yang terlalu tinggi dapat menurunkan keuntungan eksportir, atau itu, terjadinya krisis keuangan di kawasan atau negara tujuan ekspor yang berpotensi mengurangi permintaan barang, baik yang langsung terkena krisis maupun negara-negara yang terkena dampaknya. Serta persoalan daya saing juga menjadi tantangan global mengingat erat kaitannya pada pertarungan harga produk TPT di manca sudah cukup banyak permasalahan yang sudah diatasi dengan penerbitan berbagai Paket Kebijakan Ekonomi dari pemerintah, namun Industri Tekstil dan Pakaian Jadi masih menghadapi beberapa PPN 10 persen Kapas. Sejak 22 Juli 2014 status kapas berubah, dari barang tidak kena pajak menjadi barang kena pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai PPN sebesar 10 persen. Padahal kapas yang diimpor tersebut belum di proses, sehingga belum ada nilai tambahnya. Ini mengakibatkan harga produksi benang, kain, pakaian jadi tidak lagi cukup kompetitif, karena dari bahan bakunya yaitu kapas meningkat harganya sebagai akibat adanya PPN 10 belum adanya perjanjian FTA free trade agreement dengan negara-negara di Eropa, Turki, dan negara-negara yang pangsa pasarnya besar, termasuk Amerika Serikat. Ini menyebabkan bea masuk ke negara-negara tersebut relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang telah mengikat perjanjian FTA sehingga mengurangi daya saing di negaranegara produk TPT Indonesia di pasar Eropa dan Amerika Serikat, mesti bersaing dengan produsen TPT dari Vietnam, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Bangladesh, Turki, yang mendapatkan fasilitas tarif bea masuk yang rendah dikarenakan ada kerja sama dengan Eropa dan Amerika Serikat, baik dalam bentuk perjanjian bilateral, FTA Free Trade Agreement, TPP Trans Pacific Partnership, maupun Customs tantangan energi, pembiayaan, produktivitas, daya saing, ketenagakerjaan, dan luar itu, industri tekstil masih menghadapi sejumlah tantangan lainnya, seperti tingginya harga batu bara, kelangkaan kontainer, dan tarif pengapalan yang salah satu lorong di Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang ramai pengunjung, Rabu 20/4/2022. Belanja lebaran masyarakat di pasar tekstil terbesar ini mulai meningkat seiring dengan pencairan tunjangan hari raya THR pegawai negeri tahun dan regulasi mengenai tekstilIndustri TPT merupakan satu dari lima sektor industri pengolahan yang menjadi prioritas pengembangan menuju era industri berdasarkan Peta Jalan Making Indonesia Produsen tekstil dan pakaian jadi nasional diharapkan masuk jajaran lima besar dunia pada mencapai target tersebut, industri TPT perlu melakukan transformasi dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital, seperti 3D printing, automation, serta pemanfaatan Internet of Things IOT. Transformasi ini dapat mendongkrak produktivitas dan kualitas secara efisien, serta dapat membangun klaster industri TPT yang terintegrasi dengan industri sarat teknologi atau industri mendukung tujuan tersebut, sejumlah lembaga terkait juga menerbitkan sejumlah regulasi pendukung. Kementerian Keuangan Kemenkeu, pada 9 November 2019 menerbitkan tiga Peraturan Menteri Keuangan PMK sekaligus. Tiga aturan ini menetapkan kebijakan bea masuk tindakan pengamanan sementara BMTPS atau pengamanan perdagangan safeguard, untuk beberapa komoditas impor tekstil dan produk pertama tertuang dalam PMK 161/ yang berisi tentang pengenaan BMTPS terhadap impor produk benang selain benang jahit dari serat sintetis dan artifisial, yang diimpor mulai dari per PMK 162/ yang berisi tentang pengenaan BMTPS terhadap impor produk kain, dikenakan BMTPS dengan ketentuan per per PMK 163/ yang berisi tentang pengenaan BMTPS terhadap impor produk tirai termasuk gorden, kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya, yang diimpor sebesar per Kemenkeu, lembaga terkait juga melakukan hal serupa. Direktorat Bea dan Cukai menerbitkan Peraturan Nomor Per-07/BC/2019 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Kementerian Perdagangan Kemendag merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Permendag Nomor 64 Tahun 2017 menjadi Permendag Nomor 77 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil TPT.Revisi tentang impor tekstil dan produk tekstil TPT dilakukan lantaran Permendag sebelumnya dinilai memiliki banyak celah, sehingga industi di dalam negeri kebanjiran impor TPT. LITBANG KOMPASReferensi
Bagi seorang buruh pabrik tekstil seperti saya, mendapat jatah lembur memang jadi kesempatan emas untuk menambah jumlah upah agar lebih besar dari biasanya. Kadang-kadang, saya mendapat instruksi lembur minimal satu jam dan maksimal empat jam. Biasanya instruksi lembur disesuaikan dengan kebutuhan ada jam lembur yang berbeda tiap tahunnya lantaran saya harus lembur enam sampai tujuh jam karena adanya pengiriman kain ekspor ke Malaysia. Bayangkan saja, 100 ribu meter kain, yang menghasilkan ratusan roll kain dan berbagai jenis kain yang cacat, harus diinspeksi dengan baik. Kain-kain itu kemudian harus diangkut ke dalam kontainer dalam waktu satu hari. Itu saja terkadang ada yang belum selesai celupan memerlukan proses yang sangat panjang dan cukup ribet. Prosesnya juga tidak dilakukan secara serampangan. Ada planning pengerjaan 3 bulan sebelumnya. Mulai dari proses mentah hingga kain siap untuk dikirimkan. Tentunya proses tersebut tidak selalu berjalan adalah saksi betapa pengerjaan membuat kain ini butuh banyak persetujuan dari berbagai bagian sebelum mulai produksi. Misalnya, mengirimkan sample corak dan warna yang diajukan dalam bentuk hanger. Lalu membuat ulang kain, yang harus disetujui oleh beberapa atasan yang bertanggung jawab, sebelum dikirim kembali ke customer untuk mendapatkan acc, baik dari segi corak atau kain sudah siap dalam bentuk roll, akan ada proses lotting, yaitu menyamakan warna dari 10 cm potongan kepala kain agar ketika dijahit warnanya tidak belang. Namun, yang membuat proses akhir menjadi sulit dan berputar-putar adalah ketika banyak kain yang cacat seperti bolong, warnanya belang dan masalah lainnya. Alhasil, kain harus dikembalikan untuk perbaikan terlalu banyak perbaikan, akhirnya ketika barang akan dikirim, kain menumpuk dan antre untuk melalui proses inspecting. Inilah yang sering menyebabkan saya lembur hingga larut sendiri bertugas sebagai operator lotting di pabrik tekstil dan memastikan kain tersebut memenuhi quantity yang diminta sesuai order per corak. Saya juga bekerja sama dengan operator inspecting, packing, QC, marketing, dan admin pengiriman kain, agar segalanya berjalan dengan lancar, sebenarnya tidak perlu ada lembur. Apabila terkendala pun, kami hanya boleh lembur maksimal tujuh jam. Pernah suatu malam, saya bersama rekan-rekan kerja mendapati satu kesalahan perihal name tag pada packing. Dan kami baru menyadari setelah hampir selesai dan tinggal muat itu barang sudah dimuat hampir setengah kontainer, tiba-tiba salah satu staff menyadari adanya kesalahan penamaan corak kain. Sebagai informasi, untuk pengiriman ekspor ke Malaysia kami selalu menggunakan dua kode, yakni kode yang kami gunakan selaku produksi dan kode buyer yang sudah ditentukan oleh customer. Semacam identitas yang bisa mereka kenali lah. Mimpi buruk itu pun datang karena kami hanya menyebutkan kode produksi tanpa kode buyer. Alhasil, semua barang di turunkan kembali dan mau tidak mau kami harus mengganti semua name yang tidak mengangkut kain ke dalam kontainer saja sudah merasa sangat lelah dan jleeeb, apalagi rekan saya yang sudah semangat mengangkut dan menatanya malam itu. Karena sama-sama kesal, kami sempat istirahat dan sambat sejenak. Yaaah, mau bagaimana lagi, namanya juga dan rekan-rekan kerja pun dibentuk jadi beberapa kelompok untuk sama-sama membenarkan name tag. Salah satu kelompok ditugaskan untuk memegang senter karena kondisi malam yang tahun-tahun sebelumnya, malam itu itu adalah lembur terparah dalam sejarah perusahaan. Saya pulang ke rumah pukul tiga pagi setelah tugas saya selesai. Saya dengar kabarnya ada beberapa rekan kerja yang pulang pukul empat pagi, bahkan atasan saya sampai menginap di kantor karena harus memastikan kontainer berangkat rumah saya hanya punya waktu tidur tiga jam sebelum akhirnya kembali bekerja. Hari itu menjadi hari paling lesu karena semua karyawan masih lelah dan mengantuk. Saya salut sih, meskipun kami sama-sama lelah, kami tetap kompak dan justru menertawakan momen lembur semalam. Dan itu adalah momen yang paling memorable dari pengalaman saya menjadi buruh pabrik tekstil. Seru, walaupun bikin JUGA Pengalaman Bekerja di Kuala Lumpur, yang Jauh Lebih Menyenangkan Dibanding Indonesia Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content UGC untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di diperbarui pada 4 Desember 2020 oleh Intan Ekapratiwi
Departemen Dalam Industri Garment “Life is study, if you don’t study you look like not life” Departemen Dalam Industri Garment ada beberapa macam. Tidak mungkin dalam memproduksi suatu produk hanya dilakukan oleh satu bagian saja. Misalnya dalam dunia industri pakaian jadi, bahan baku material utamanya adalah fabric. Untuk mendapatkan bahan baku utama tersebut terlebih dahulu perlu mengubah serat menjadi benang dan kemudian menjadi fabric. Industri ini menyediakan banyak kesempatan kerja, fleksibel dan menawarkan kepada masyarakat dunia tentang berbagai jenis model dan pilihan pakaian mulai dari pasar massal hingga mode kelas atas. Teknologi garmen menggabungkan sejumlah teknologi individu, dan masing masing memberikan kontribusi khusus untuk produksi garmen. Proses pembuatan garmen mencakup sejumlah proses mulai dari penerimaan pesanan hingga pengiriman garmen jadi. Garmen jadi merupakan tahap akhir dari proses manufaktur tekstil, di mana fabric akan dipotong menjadi bagian bagian terpisah yang berbeda dan kemudian dijahit untuk dijadikan sebuah garmen jadi. Semua proses pembuatan garmen dilakukan di berbagai bagian dalam industri garmen. Seperti yang diketahui bersama bahwa dalam pabrik apapun, memiliki bagian atau departemennya masing masing, dan tentunya menjalankan tugasnya berdasarkan bagiannya. Begitu juga dalam pabrik garmen, terdapat berbagai departemen yang memiliki tugas penting masing masing untuk menciptakan sebuah garmen jadi. Setiap departemen bertanggung jawab untuk produksi yang lebih baik. Masing masing pabrik bisa memiliki departement departement yang berbeda menyesuaikan kebutuhannya. Pada kesempatan kali ini penulis akan memberikan contoh standar departemen yang harus dimiliki oleh sebuah pabrik untuk bisa beroperasi dan menghasilkan produk garmen jadi. Pengertian departemen secara umum adalah suatu bagian yang memiliki tugas spesifik dari suatu organisasi yang lebih besar. Artinya di dalam departemen harus ada organisasi beserta struktur organisasinya dengan pembagian tugas masing masing sesuai dengan peringkat dan kewajibannya. Sementara pengertian departemen dalam industri garmen adalah suatu oraganisasi atau kelompok yang dibagi atau dikelompokkan berdasarkan struktur organisasi yang sesuai dengan tugas masing masing sesuai dengan klasifikasinya untuk menjalankan proses produksi garmen. Untuk diketahui, departement dalam pabrik garmen setidaknya memenuhi klasifikasi yang dibutuhkan supaya bisa beroperasi dan menyelesaikan produknya. Penulis akan membahas semua bagian departement dalam industri garmen beserta fungsinya, sebagai berikut 1. Merchandiser, Departemen merchandiser adalah departemen yang sangat vital dan tidak sembarang orang bisa menempati posisi ini. Biasanya departemen merchandiser hanya terdiri dari beberapa orang saja, akan tetapi memikul tanggung jawab yang sangat besar. Mengapa posisi ini sangat vital ? karena departement inilah yang membuat perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, dan pengiriman pesanan produk kepada pembeli. Merchandiser memegang semua informasi mengenai produk yang dijalankan. Mereka melakukan pengembangan produk, penetapan biaya dan pemesanan, dan memiliki kontak langsung dengan pembeli. Merchandiser bertugas untuk menyampaikan informasi kepada semua departement lain dan bertanggung jawab mulai dari proses awal sampai dengan pengiriman barang. Mereka harus terlibat dalam setiap proses yang ada dalam factory, meskipun yang melakukan pekerjaan masing masing departement bukan merchandiser, akan tetapi mereka harus tahu dan terlibat karena merchandiser merupakan jembatan informasi dari Buyer kepada factory dan begitu sebaliknya. Yang menjadikan tanggung jawab merchandiser semakin besar adalah karena mereka mengontrol dan mengecek pekerjaan semua departement untuk dilaporkan kepada Buyer. 2. Departemen Sampel, Departemen selanjutnya adalah Departemen sampel. Departemen sample juga berhubungan langsung dengan merchandiser, merchandiser menerima sample dari Buyer kemudian direview bersama dengan departemen sample sambil mengecek semua detail tentang sample tersebut. Jika ada hal yang mengganjal dan masih belum mengerti maka merchandiser akan menanyakannya kepada Buyer. Selain itu departemen sample juga perlu berkoordinasi dengan departemen produksi. Hal itu dilakukan untuk melihat penampilan produk jadi dan apakah cocok atau tidak ketika diproduksi dalam jumlah massal dan untuk mengkonfirmasi apakah ada ketidak konsistenan dalam pola sesuai dengan spesifikasi yang diberikan Buyer. Ini juga membantu untuk menentukan konsumsi fabric, benang, dan aksesoris lain yang digunakan. Merchandiser akan memberikan lembar work sheet kepada departemen sample untuk mereview dan mengecek detailnya mulai dari sewing detail, Tech Pack PLM / TP, dan aksesoris apa saja yang perlu dipasangkan dalam garmen. Setelah sample selesai dibuat maka akan dikoordinasikan dengan departemen sewing. 3. Departemen Fabric, Karena fabric adalah bahan baku utama dalam garmen, maka harus mendapatkan perhatian khusus. Untuk Vendor Factory FOB, merchandiser harus memesan sendiri fabric tersebut. Mereka harus menentukan supplier, menghitung consumption YY, dan memilih jenis fabric yang dibutukan. Berbeda dengan factory CM, merchandiser bertugas memfollow up schedule T & A, mereka harus mengetahui planning fabric kapan akan masuk dan mengatur perencanaan produksi nantinya. Mereka harus benar benar memastikan kedatangan fabirc on time di factory, sehingga proses produksi tidak akan terlambat. Departemen fabric akan mendapatkan informasi dari merchandiser mengenai jenis fabric apa saja yang dipakai, berapa total kuantiti yard nya, apa saja colornya, berapa consumptionnya YY, dan hal lainnya. Di dalam departemen fabric juga terdapat bagian inspeksi. Tujuan utama tim inspeksi fabric adalah mengidentifikasi dan menganalisis ada tidaknya kecacatan pada fabric dengan menggunakan berbagai metode inspection standar. Mereka harus memastikan fabric bisa digunakan apa tidak sesuai dengan regulasi, jika ditemukan defect harus segera melaporkan kepada departemen merchandiser untuk mendapatkan persetujuan dari Buyer apakah fabric bisa dipakai atau tidak. Selain itu, di dalam departemen fabric juga ada bagian Laboratorium Gramasi. Bagian ini bertugas untuk mengecek segala hal yang berhubungan dengan approval fabric. Misalnya, melakukan blanket test, membuat shade band, mengecek gramasi fabric dan garmen, pengujian wash garmen, crocking test dan hal lain yang berhubungan dengan laborat fabric dan garmen. Jika ada kegagalan dalam test, pihak gramasi harus melaporkan kepada merchandiser dan akan ditindaklanjuti kemudian bersama dengan Buyer. Terkadang approval fabric berbeda dengan aktual fabric yang datang, oleh karena itu perlu dicek ulang dengan fabric swatch dari Buyer. Baca juga Tahapan Dalam Pemeriksaan Garmen 4. Departemen Aksesories dan Trims, Satu paket dengan departement fabric, departemen aksesories dan trims pasti selalu berjalan beriringan. Penerimaan bahan baku fabric atau aksesoris dari supplier biasanya dilengkapi dengan dokumen. Sama halnya dengan departement fabric, departemen juga akan menerima informasi mengenai aksesories dan trims apa saja yang harus ada lewat lembar accesories detail list. Dalam accesories detail list tercantum mengenai segala jenis aksesories dan trims apa saja yang harus digunakan. Tugas merchandiser dan departemen aksesories trims ini memastikan kedatangannya tepat waktu dan sesuai dengan kuantiti yang dibutuhkan. Departemen aksesories trims juga harus mengecek kedatangan barang apakah sudah sesuai dengan detail apa belum, terkadang supplier salah mengirimkan barang. Masing masing kedatangan aksesories trims harus dicek ulang dengan approval dari Buyer. Jika ada perbedaan antara kedatangan dengan approval maka segera informasikan ke merchandiser untuk mengkomunikasikannya kepada Buyer. Di dalam departement aksesories trims juga ada bagian Laboratorium. Akan tetapi lazimnya, bagian laboratorium aksesoris trims dan fabric menjadi satu untuk memudahkan pengecekan. Namun, ada pabrik yang menempatkan kedua bagian ini secara terpisah. Di dalam industri garmen juga harus dilengkapi dengan semua instrumen untuk pengujian fabric dan aksesories trims. Jika fasilitas untuk pengujian khusus yang diminta oleh pihak Buyer tidak tersedia di industri, maka pengujian harus dikirim ke laboratorium eksternal yang telah diotorisasi oleh Buyer. Kenapa uji lab menjadi sangat penting ? karena berhubungan dengan quality fabric maupun aksesories trims. Terkadang di dalam aksesories trims ada kandungan kandungan yang berbahaya dan tidak diperbolehkan digunakan oleh manusia, sehingga perlu adanya pengujian ulang untuk meningkatkan mutu / quality produk. Terkadang fabric dan aksesories setelah dirangkai menjadi garmen yang kemudian dicek mesin detektor akan terkena warning karena kandungan material di dalamnya. Aksesories trims juga harus melaui pengecekan ulang lewat lab, terutama untuk price ticket crocking test, label, button, zipper, dan lainnya. Segala hasil pengujian harus diinformasikan kepada merchandiser untuk ditindaklanjuti. 5. Departemen CAD Computer Aided Design, Departemen CAD Computer Aided Design sangat berkaitan erat dengan sample dan garmen, karena mereka yang mengeluarkan pattern dan mini marker. Biasanya di industri garmen dengan skala yang besar memiliki departemen desain sendiri untuk berbagai gaya pakaian. Departemen CAD bertanggung jawab atas fungsi fungsi seperti menentukan rata rata pemotongan untuk penetapan biaya efisiensi marker, membuat penanda pemotongan paling efisien mini marker, pengembangan dan perubahan pola, pengembangan pola pengaturan ukuran dengan menilai hasil aktual, serta mengelompokkan pola. Karena pattern selalu berkaitan dengan proses pembuatan garmen dan untuk mini marker berfungsi untuk acuan pemotongan fabric dalam departemen cutting. Departemen cutting akan memotong mengikuti mini marker dan pattern yang dikeluarkan oleh bagian CAD. 6. Departemen Pemotongan Cutting, Departemen cutting menerima instruksi dari manajer produksi / factory manager yang telah menyetujui pesanan pemotongan untuk memotong sejumlah gaya pakaian. Sebelum pemotongan dimulai, mereka harus mengecek approval fabric terlebih dahulu. Jangan sampai sudah terlajur selesai cutting tetapi fabric tidak bisa digunakan karena tidak sesuai dengan permintaan dari Buyer, hal ini akan menjadi sia sia dan menghabiskan biaya produksi. Selain itu sebelum pemotongan dimulai, departemen harus meminta dan mengecek terlebih dahulu mini marker dan pattern yang akan digunakan. Mereka harus tahu bagaimana permintaan dari Buyer mengenai ukuran pola, ratio, metode spreading, berapa jumlah kuantiti per size per colornya, dan style ini mempunyai program khusus apa tidak. Jika memiliki program khusus seperti embro / print, mereka harus menanyakan bagian panel mana yang harus dikirimkan ke supplier, supaya tidak salah nantinya. Selain itu, proses numbering sangat penting dilakukan sebagai penanda dan harus dilakukan dengan benar, jangan sampai numberingnya berbeda bahkan terbalik. Hal itu bisa berakibat tidak terpakainya potongan karena berbeda warna atau bahkan hanya ditemukan salah satu sisinya Front / Back only. Jika ada hal yang tidak jelas, misalnya seperti metode spreadingnya, cara pemotongannya, panel yang harus dikirim yang mana dan ke supplier apa, segera komunikasikan dengan merchandiser di factory. 7. Departemen Produksi sewing, Setelah menerima pesanan dari Buyer, pertemuan pra produksi dengan antar departemen harus dilakukan. Setelah itu, bersama dengan merchandiser / production planning, departemen produksi akan menetapkan dan membagai line sewing untuk style yang akan dikerjakan dengan mempertimbangkan line yang memiliki kapasitas untuk menyelesaikannya tepat waktu. Planning production bersama dengan departemen produksi dan factory manager kemudian mengatur schedule, melakukan estimasi, dan perencanaan mengenai jumlah pesanan, jumlah operator, plan cutting, pemecahan pesanan, rincian operasi, dan lain sebagainya berdasarkan unit tertentu. Di dalam departemen sewing, biasanya ada departemen tambahan seperti departemen ME Manufacture Excellent. Meskipun sebenarnya departemen ini terpisah, akan tetapi penulis akan memasukkannya ke dalam departemen produksi. Departemen ini bertugas untuk menganalisa garmen, analisis kinerja operator, analisis proses di line, menentukan target berdasarkan SMV Standard Minute Value, menganalisa performa line, meningkatkan efisiensi dan produktifitas operator, memberikan problem solving dalam proses yang bermasalah, dan hal lain yang ada di line sewing. Setelah menganalisis garmen dan kapasitas line, ditentukanlah target produksi per hari untuk garmen tersebut. Perencaan sewing tersebut harus selesai sebelum batas waktu pengiriman barang. Departemen produksi akan memperoleh perincian seperti style garmen, jumlah kuantiti per size per color, spec garmen, bagaimana permintaan proses cara menjahitnya, batas waktu pengiriman / ekspor, dan hal lain yang berkaitan dengan sewing. Setelah menerima semua rincian di atas, departemen produksi mengirimkan permintaan ke bagian cutting untuk melakukan pemotongan. Baca juga Manufacture Excellent ME beserta tugas dan fungsinya 8. Perawatan Mesin Mekanik Mesin dan mekanik tidak bisa terpisahkan, sebagus apapun mesin tersebut jika dipakai terus menerus akan membutuhkan perawatan, dan mekanik diperlukan untuk itu. Quality garmen yang tidak diinginkan sebagian besar hasil dari mesin yang tidak dirawat dengan baik. Sering kali menemukan kendala dalam proses sewing juga diakibatkan dari mesin, bahkan operator sering menggunakan alasan mesin sebagai alasan gagalnya mencapai target. Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk menghasilkan garmen dengan quality yang bagus harus didukung dengan mesin yang bagus pula. Bagaimana bisa menghasilkan garmen dengan quality yang bagus jika jahitannya sering loncat tidak beraturan, tensionnya tidak sesuai, sering keluar minyak, dan masalah pada mesin umumnya. Maka dari itu perawatan mesin sangat penting untuk menunjang proses sewing. Jika mesin rusak akan menghambat proses sewing dan tentunya membuang waktu yang berdampak pada target hasil produksi. Proses sewing sanagat ketat dan dikejar deadline. Pemecahan dan pemeliharaan preventif terutama ditujukan untuk mengurangi waktu henti dan meningkatkan masa pakai. 9. Departemen Embro Bordir / Printing, Departemen ini tidak selalu ada dalam pabrik yang hanya melakukan kegiatan sewing. Biasanya untuk pabrik yang berbasis sewing mengirimkan proses embro / printing kepada supplier atau pabrik lain untuk menunjang kebutuhan itu. Akan tetapi ada juga pabrik yang memiliki peran ganda seperti itu menjahit dan embro / printing sekaligus. Sebenarnya jika pabrik memiliki divisi ini sendiri itu akan memudahkan dan menghemat biaya. Akan tetapi hal seperti itu lebih membutuhkan modal lebih dan harus mencari order, karena tidak semua style garmen memiliki embro / print program. Jadi terkadang untuk lebih aman pabrik hanya mengambil untuk proses sewing, dan untuk embro / print khusus di pabrik lain. 10. Departemen Wash Mencuci, Pabrik yang berbasis sewing biasanya memiliki departemen washing sendiri untuk memudahkan pencucian garmen. Tidak seperti embro / print, divisi wash tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar dan hampir setiap style yang dikerjakan memiliki program wash ini. Jadi tidak akan merugikan jika factory memiliki divisi ini sendiri. Selain menghemat biaya juga menghemat waktu karena tidak perlu mengirimkan garmen ke supplier untuk proses wash. Akan tetapi terkadang kita perlu mengirimkan ke supplier lain jika kita tidak memiliki program wash yang diminta oleh Buyer. Untuk proses wash sendiri adalah menunggu proses perakitan dan inspeksi selesai kemudian garmen dikirim ke departemen wash untuk melakukan pencucian atau penyelesaian yang diperlukan untuk style khusus sesuai dengan lembar spesifikasi yang diminta. Factory tidak boleh asal dalam melakukan washing ke masing masing style garmen, semua harus sesuai dengan instruksi dari Buyer. 11. Departemen Quality Assurance QA, Untuk menjaga dan mengendalikan quality dibutuhkan seseorang yang kompeten dibidangnya. Menjaga quality tersebut harus dimulai dari awal proses sampai dengan akhir proses, selain Quality Control QC ada departemen yang berbeda untuk menjaga quality tersebut, yaitu departemen Quality Assurance QA. Departemen penjaminan kualitas atau Quality Assurance akan membagi pekerjaan menjadi beberapa tahap manufaktur yang berbeda yang dikategorikan seperti unit praproduksi, audit pemotongan, unit menjahit, dan unit akhir finishing-packing. Tujuan dari adanya departemen ini adalah untuk mengontrol quality produk mulai dari awal sampai dengan akhir proses sesuai dengan standar ketentuan quality dari Buyer. Baca juga Daily Performance Measurement Selain itu departemen QA juga melalukan final inspection atau inspeksi terakhir sebelum garmen dikirimkan kepada pembeli. Jika garmen tersebut quality nya jelek harus diperbaiki terlebih dahulu dan jika membutuhkan waktu yang lebih lama maka akan mengakibatkan delay shipmet. Kalau QA dengan sengaja meloloskan garmen dengan quality yang jelek, jika suatu saat ada complain dari customer maka bisa dikenai denda atas quality garmen tersebut. Departemen QA juga harus melaporkan hasil final inspection kepada Buyer untuk referensi. Mengingat begitu pentingnya quality, diharapkan factory harus sangat memperhatikannya. 12. Departemen Finishing dan Packing, Bagian finishing adalah bagian terakhir dalam produksi garmen sebelum pengemasan dan pengiriman. Bagian ini memainkan peran penting dalam penampilan garmen akhir. Departemen finishing dan packing biasanya akan menjadi satu kesatuan di bawah satu manager. Karena proses ini tidak bisa dipisahkan. Bagian finishing melibatkan proses-proses seperti berikut ini a. Mempersiapkan Garmen, Maksud dari mempersiapkan garmen di sini adalah menghilangkan benang ekstra dari garmen di area yang dijahit dan memastikan semua aksesories trim terpasang sesuai dengan permintaan Buyer. b. Inspeksi, Inspeksi atau pemeriksaan garmen seharusnya dilakukan secara menyeluruh akan tetapi untuk alasan tertentu inspeksi tidak cukup waktu untuk melakukannya. Maka dari itu diberikan toleransi atau batas minimal dalam melakukan inspeksi dengan sesuai sistem AQL Acceptable Quality Level untuk masing masing Buyer. Penentuan besarnya AQL atau sistem AQL yang digunakan antar Buyer bisa berbeda, untuk itu masing masing QA harus mengetahui batasan standar itu. Dengan adanya sistem AQL akan mempermudah dan menghemat waktu pengecekan bagi QA, mereka harus mengecek sejumlah garmen dengan kuantiti yang telah dihitung sebelumnya berdasarkan regulasinya. untuk perhitungan dan detail lebih lanjut akan dibahas dalam artikel selanjutnya. Baca juga Sistem Evaluasi dalam Pabrik Garmen c. Folding, Folding atau melipat adalah proses melipat garmen sesuai dengan permintaan Buyer sebelum dikemas dalam polybag dan dimasukkan dalam carton box. Sebelum melakukan hal ini, harus dicek terlebih dahulu mengenai style, size label, cara folding, price ticket dan hal penting lainnya. Untuk mengetahui hal itu semua, harus dikomunikasikan dengan merchandiser. Untuk Buyer tertentu juga membagi penggunaan polybag sesuai dengan regulasi masing masing. Misalnya penggunaan blister bag, open tape, individual polybag, dan jenis polybag lainnya.  Size polybag juga harus disesuaikan dengan ukuran folding garmen, jangan sampai terlalu besar atau bahkan kekecilan. Hal itu bisa menyebabkan visual garmen menjadi buruk ketika sampai ke toko. Tentunya pelipatan juga harus rapi, usahakan menggunakan pattern untuk memudahkan prosesnya. d. Packing, Setelah garmen selesai dikemas dalam polybag, selanjutnya adalah pengepakan dalam carton box. Sebelum memulai cek dulu apakah carton tersebut yang akan digunakan apa tidak, jangan sampai salah dalam pengemasan dalam carton. Karena dalam carton ada tanda marking sesuai dengan tujuan pengiriman. Setelah dipastikan semuanya benar, selanjutnya adalah melampirkan barcode sticker yang sesuai dengan spesifikasinya style number, PO Number, size, SKU, kuantiti, ratio. Jangan sampai salah melampirkan barcode sticker ke dalam carton, karena salah tempel barcode akan dikenai pinalti karena menyebabkan kesalahan informasi. Pada umumnya, final inspection dilakukan setelah garmen dikemas dalam carton, dan ketika sudah mencapai standar minimum pengecekan barulah bisa dilakukan final inspection atau inspeksi terkahir sesuai dengan AQL masing masing. Demikianlah masing masing departemen yang standarnya harus ada dalam factory garment untuk menunjang aktifitas produksi. Bisa saja terdapat lebih banyak lagi departemen lainnya menyesuaikan dengan kapasitas dan kebutuhan factory. Meskipun terdapat banyak departemen dalam factory, semua departemen harus bersinergi dan bekerja sama untuk meningkatkan kinerja factory. Jika salah satu departemen merasa acuh, maka akan merugikan factory. Semua departemen harus beriringan dan menyeleraskan visi misi factory untuk mencapai tujuan bersama. Terima kasih atas perhatian dan kunjungannya, tetap di blog ini untuk mendapatkan update artikel selanjutnya. Mari berkreatifitas dan gemari membaca untuk menambah khasanah keilmuan bersama ^^. Support by Garment Merchandising
Our Work Bahan baku yang digunakan adalah benang filament dan benang spun yang terdiri dari 100% Polyster, Rayon, CD, Nylon, Cotton serta kombinasi dari berbagai macam benang-benang tersebut. Bahan baku sebagian besar dibeli dari Supplier lokal dan sisanya dari Import. Proses awal texturizing, dimana benang-benang filament diproses dalam suatu mesin dengan mendapatkan perlakuan temperature, tension, serta puntiran atau twist dalam waktu tertentu sehingga menghasilkan efek keriting, bulky elastis dan mempunyai crimp yang tinggi. Proses lanjutan setelah texturizing adalah twisting, dimana benang diberikan twist/puntiran dengan nilai puntiran tertentu TPM twist per meter yang menjadikan benang semakin kompak dan kuat, serta sifat lain sesuai dengan peruntukan design. Dalam proses ini dikenal 2 macam benang, low twist 450 tpm. Twist diantaranya berguna untuk memberikan ketahanan kepada benang agar tidak pecah saat proses weaving, selain itu juga berguna untuk memberikan efek “jatuh” dravery karena kain mempunyai masa jenis yang tinggi. Serta meningkatkan daya tenun. Memindahkan benang dari gulungan bobbin atau chese atau cones ke dalam gulungan besar beam dengan arah sejajar serta jumlah dan panjang benang yang sudah ditentukan. Selanjutnya benang ini akan dijadikan benang lusi warp yaitu benang yang searah dengan arah panjang kain. Memberikan lapisan kanji atau film kepada benang agar lebih kuat sehingga tidak mudah putus saat dilakukan proses berikutnya. Pengkajian ini dilakukan khususnya pada benang non twist atau low twist. Benang dari proses warping ataupun proses sizing selanjutnya digabungkan dari beberapa beam untuk menjadi beam lusi. Gabungan ini bisa dari jenis benang yang sama atau jenis benang yang berbeda sesuai dengan design yang diperuntukkan. Adalah proses pencucukan dimana benang-benang dimasukkan ke dalam dropper, gun dan sisir sesuai dengan jenis anyaman kain yang diinginkan. Proses ini memerlukan kehati-hatian karena dilakukan secara manual dan membutuhkan waktu yang cukup lama terutama untuk anyaman fancy anyaman hias. Adalah proses pertenunan, dimana benang pakan disilangkan dengan benang lusi sehingga teranyam menjadi anyaman. Secara umum proses ini terdiri dari 5 Tahap, yaitu penguluran lusi let off motion, pembukaan mulut lusi, shedding motion peluncuran benang pakan weft insertion pengetekan beating motion dan yang terakhir take up motion. Proses memeriksa atau memberikan grade kualitas kain hasil tenun, bagian yang diperiksa meliputi kualitas fisik misal salah anyaman, pakan pecah, pakan putus, lusi putus, neps dll serta kualitas daya serap warna dyeability seperti lusi campur, kerataan warna barre dll. Proses pemeriksaannya dilakukan berdasarkan SOP serta standard yang ditentukan. Membuka gulungan greige serta menyambungkan dengan gulungan yang lain sehingga menghasilkan panjang tertentu dalam 1 batch satuan pencelupan. Biasanya 1 batch sama dengan 600yrd 10 s/d 12 gulung. Yang harus diperhatikan dalam proses ini diantaranya adalah kesamaan corak serta lebar greige serta kualitas sambungan harus rata dan rapi. Setelah itu dimasukkan ke dalam roda. Setelah dilakukan pembukaan greige maka proses selanjutnya adalah proses pencucian washing yang bertujuan untuk menghilangkan kanji, lemak serta kotoran yang melekat pada kain. Yang harus diperhatikan adalah penanganan kain dalam proses ini harus disesuaikan dengan karakteristiknya agar proses dapat menghasilkan kain yang benar benar bersih sehingga siap untuk proses selanjutnya. Kain yang masih basah setelah proses washing harus dikeringkan di dalam mesin drying untuk mendapatkan kain yang benar-benar kering sehingga berat kain dapat diketahui secara tepat dan akurat. Pengukuran berat ini dimaksudkan untuk dapat menentukan berat chemical ataupun dyestuff yang harus digunakan. Adalah proses pencelupan atau pewarnaan sesuai dengan target warna yang diinginkan. Masing-masing warna akan menentukan apa saja zat warna atau chemical yang akan digunakan serta komposisinya masing-masing, selain itu yang ikut mempengaruhi adalah SPC Standard Process Condition yang meliputi besaran temperature, waktu serta parameter lainnya. Proses pemeriksaan kain hasil celup, meliputi kesesuaian warna Serta parameter fisik kain yang lain, tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan kain hasil celup apakah dapat dilakukan proses lanjut atau harus diperbaiki terlebih dahulu, permasalahannya yang diketahui lebih awal tentu akan mengurangi cost akibat kesalahan tersebut. Memberikan efek pegangan atau handfeel sesuai yang diharapkan lembut, keras, kering, bulky dllserta mempunyai fungsi tambahan seperti anti air, anti bakteri quick absorber, fire retardant, aroma terapy, Teflon dll. Proses curing atau pemantapan dengan dilakukan proses pemanasan tinggi sehingga karakteristik kain yang meliputi dimesi, density serta karakteristik lain yang dikerjakan diproses sebelumnya menjadi perkamen. Proses pemeriksaan kualitas akhir produk yang meliputi QC Lab untuk beberapa parameter antara lain fastness, kekuatan tarik, slippage, density, shrinkage dll, kualitas disik seperti neps, crease mark, creasing, flek, bowing, skewing dll, serta kualitas warna dan handfeel.
bagian bagian kerja di pabrik tekstil